ABSTRAK
Akhir-akhir ini kenakalan remaja semakin menunjukkan
trend yang amat memprihatinkan. Kenakalan remaja yang diberitakan dalam
berbagai forum dan media dianggap semakin membahayakan. Berbagai macam
kenakalan remaja yang ditunjukkan akhir-akhir ini seperti perkelahian secara
perorangan atau kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,
perampokan, penganiayaan, penyalahgunaan narkoba, dan seks bebas pranikah
kasusnya semakin menjamur.
Di antara berbagai macam kenakalan remaja, seks bebas
selalu menjadi bahasan menarik dalam berbagai tulisan selain kasus narkoba dan
tawuran pelajar. Dan sepertinya seks bebas telah menjadi trend tersendiri.
Bahkan seks bebas di luar nikah yang dilakukan oleh remaja (pelajar dan
mahasiswa) bisa dikatakan bukanlah suatu kenakalan lagi, melainkan sesuatu yang
wajar dan telah menjadi kebiasaan.
Pergaulan seks bebas di kalangan remaja Indonesia saat
ini memang sangatlah memprihatinkan. Khususnya di kota-kota besar
seperti Jakarta, Surabaya, Depok, jambi dan Banjarmasin. Di kota Depok bergulir kasus siswi SD yang
melakukan hubungan intim dengan kekasihnya seorang pemuda berusia 21 tahun.
Menurut data Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Depok, rata-rata
terdapat 10 kasus persetubuhan remaja di bawah umur setiap bulan. Bahkan jumlah
itu terus meningkat, dimana pihak perempuan masih berusia 12 hingga 17 tahun,
sementara pihak pria berumur sama atau bahkan sudah usia dewasa. Menurut
Kapolres Depok bahwa sex bebas yang terjadi rata-rata perbulan 10 kasus dan itu
karena pergaulan bebas.
Di kota Jambi berdasarkan data dari Yayasan Sentra Informasi dan Komunikasi Orang
Kito (SIKOK), dalam dua tahun terakhir (2010-2012), sebanyak 164 remaja
(berstatus pelajar) diketahui hamil di luar nikah. Data per Juni 2012, jumlah
pengidap HIV usia remaja (15-24 tahun) mencapai angka 103 orang. Sedangkan
pengidap AIDS mencapai 45 orang.
Sedangkan di kota Banjarmasin Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota
Banjarmasin, tercatat ada 148 kasus seks pranikah selama tahun 2011. Yang lebih
parah lagi, mayoritas dari kasus tersebut ternyata dialami siswi SMP.
ANALISIS
KASUS
A. Analisis
Kasus Berdasarkan Aliran Behaviorisme (Skiner)
Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang
terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan
perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh
sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu,
karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi
antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang
diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah
yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu
dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan
antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin
dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut.
Menurut Skinner individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaan
tingkah lakunya melalui belajar,individu bukanlah agen penyebab tingkah laku
melainkan suatu point antara faktor – faktor lingkungandan bawaan yang khas
serta secra bersama- sama menghasilkan akibat tingkah laku yang khas pula pada
individu tersebut.
Menurut Pendekatan Behaviorisme kasus sex bebas diatas
merujuk pada teori perubahan prilaku (belajar) dimana para pelaku sex bebas
adalah bagian dari produk lingkungan, sehingga segala perilaku para pelaku sex
bebas sebagian besar diakibatkan oleh pengaruh lingkungan sekitarnya,
baik itu dari keluarga terdekat, organisasinya, dan aktifitas bermasyarakatnya.
Lingkunganlah yang membentuk kepribadian diri. Menurut aliran ini bahwa
perilaku manusia itu adalah sebagai akibat berinteraksi dengan lingkungan, dan
pola interaksi tersebut harus bisa diamati dari luar. Lingkungan disini banyak
sekali bentuknya, yaitu antara lain teman sekolah, teman bermain, masyarakat
disekitarnya, media cetak atupun elektronik dan keluarga. Jika semua macam
lingkungan yang tadi itu di dalamnya sudah terdapat hal-hal negative seperti
gambar bulgar, video porno, pornoaksi dan pornografi, maka besar kemungkinan
khususnya remaja yang melihat semua itu akan dilampiaskan pada hal negative
pula yaitu seperti sex bebas ini. Belajar dalam teori behaviorisme ini
selanjutnya dikatakan sebagai hubungan langsung antara stimulus yang datang
dari luar dengan respons yang ditampilkan oleh para pelaku. Respons tertentu
akan muncul dari remaja pelaku sex bebas, jika diberi stimulus dari luar.
Pada umumnya teori belajar yang termasuk ke dalam keluarga
besar behaviorisme memandang manusia sebagai organisme yang
netral-pasif-reaktif terhadap stimuli di sekitar lingkungannya, sehingga jika
para remaja sudah terbiasa diberikan atau mendapatkan stimuli yang negative (seperti
pornoaksi dan pornografi) maka mereka juga akan terdorong untuk memberikan
respon terhadap stimuli yang diterimanya. Demikian juga jika stimulus dilakukan
atau dating diterimanya secara terus menerus dan dalam waktu yang cukup lama, maka
akan berakibat berubahnya perilaku remaja tadi itu, dimana perilaku para remaja
mengarah pada penyimpangan (deviasi) seksual pada orang lawan jenisnya.
Dalam terjadinya proses belajar dalam pola hubungan
slimulus-respon ini selalu membutuhkan unsur dorongan (drive), rangsangan
(stimulus), respons, dan penguatan (reinforcement). Unsur yang
pertama, dorongan, adalah suatu keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi
kebutuhan yang sedang dirasakannya. Dalam kasus ini ketika para pelaku sudah
memasuki usia remaja, yaitu usia SMP hingga mahasiswa, dimana di usia itu
remaja mengalami yang namanya masa pubertas. Masa pubertas adalah masa dimana
para remaja mengalami peningkatan dorongan sex yang sangat kuat. Diketika masa
pubertas ini para remaja akan mempunyai kebutuhan keinginan untuk mencari
kepuasan dari apa yang dirasakan. Sehingga salah satu cara untuk memenuhi itu
adalah dengan cara melakukan sex bebas di luar nikah dengan lawan jenisnya,
bisa itu pacarnya atau teman dan sahabatnya yang sudah suka sama suka, bahkan
lebih parahnya lagi sampai terjadi pemaksaan yaitu pemerkosaan. Mereka tidak
berpikir kalau perbuatannya melanggar hokum atau tidak yang penting baginya
kenyaman dan kepuasan yang dirasakan.
Unsur berikutnya adalah rangsangan atau stimulus. Unsur ini
datang dari luar diri remaja, dan tentu saja berbeda dengan dorongan tadi yang
datangnya dari dalam. Stimulus datang dari luar , yaitu seperti yang telah dijelaskan
di atas tadi. Stimulus dari luar inilah yang paling besar pengaruhnya terhadap
perilaku sex bebas para remaja. Kemungkinan besar mereka para remaja pelaku sex
bebas sering berinteraksi dengan lingkungan yang di dalamnya ada unsur-unsur
sexnya juga. Misalnya, teman-temannya yang sudah terbiasa dengan sex bebas
juga, keseringan nonton film atau sinetron yang ada adegan sexnya, dan juga
keseringan melihat foto-foto bugil yang ada di majalah atau media cetak
lainnya. Sehingga jika keadaan seperti itu tidak dibarengi dengan iman dan
kesadaran maka dorongan untuk melakukan sex bebas di luar nikah akan sering
terjadi.
Inti dari pandangan behaviorisme Skiner, bahwa perilaku sex
bebas di kalangan remaja terjadi karena akibat dari proses belajar yaitu
lingkungan. Dimana para remaja sering berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia
lingkungan yang negative yang bisa membawanya pada hal negative pula, baik itu
secara langsung maupun tidak langsung. Sebab dalam kehidupan ini yang paling
besar dan kuat pengaruhnya bagi perubahan perilaku adalah lingkungan.
B. Analisis
Kasus Berdasarkan Aliran Psikoanalisa (Sigmund Freud)
Menurut Sigmund
FreudTeori Psikoanalisa adalah sebuah teori mengenai 3 proses tahapan psikis
yang ada di diri manusia,yaitu terdiri dari ID, Ego dan Super Ego. Urutan dari
ketiga proses ini tentu tidak dapat diubah karena teori ini adalah suatu yang
runtut. Pertama, di mulai dari tahapan ID. Dimana di dalam ID seorang manusia
hanya berisi kumpulan nafsu- nafsu atau hasrat yang besar, seperti halnya
seseorang yang selalu ingin dan ingin berbuat sex. Kedua, tahapan yang
selanjutnya adalah Ego. Ego disini bukan di artikan sempit seperti yang
mengakar di masyarakat yang memiliki arti ke- aku- an diri. Tetapi Ego disini
di artikan sebagai suatu “kesadaran”. Tahapan terakhir adalah Super Ego. Super
Ego disini sangat memiliki andil atau peran yang sangat luar biasa. Superego
adalah yang memegang keadilan atau sebagai filter dari kedua sistem
kepribadian, sehingga tahu benar-salah, baik-buruk, boleh-tidak dan sebagainya. Di sini
superego bertindak sebagai sesuatu yang ideal, yang sesuai dengan norma-norma
moral masyarakat.
Pada pendekatan Psikoanalisa manusia itu tidak bebas dalam
berprilaku, manusia dapat diramalkan, penyebabnya adalah setiap orang mempunyai
pola tertentu, yaitu keseimbangan pola tingkah laku antara id dan super ego
yang kemudian direalisasikan dalam ego. Psikoanalisa juga berangggapan bahwa para
remaja berprilaku berdasarkan dorongan-dorongan yang ada dalam dirinya, manusia
juga berkaitan erat dengan ketidaksadaran dan kesadaran. Pada masa remaja
biasanya dorongan untuk kebutuhan sex sangatlah kuat. Dan superego ini dibentuk
semenjak dari kecil yaitu berdasarkan didikan dari orang tua. Sehingga jika
superego yang ada pada remaja sangat minim maka pastinya dorongan Id itu akan
lebih mendominasi, dan disinilah biasanya akan muncul perilaku negative seperti
sex bebas. Nah pada kasus ini kemungkinan para remaja pelaku sex bebas itu
sangat kekurangan dalam mengetahui dan menyadari nilai-nilai kebenaran dalam
masyarakat. Hal ini disebabkan karena kurangnya pendidikan dari keluarga atau
lingkungan lainnya mengenai sex itu sendiri dan juga nilai-nilai kebenaran
lainnya.
Semua kebutuhan instingtif para remaja itu tertanam
dan selalu ada dalam struktur ketidaksadaran (kenyataan psikis yang
sebenarnya). Insting adalah perwujutan psikologis dari suatu sumber rangsangan
somatic dalam yang dibawa sejak lahir dan pengalaman-pengalamnya selama hidup.
Kebutuhan instintif para remaja adalah sebagai motif atau penggerak tingkah
laku para remaja yang nantinya menentukan tingkah laku para remaja dalam usaha
memenuhi kebutuhan instingtifnya tersebut.
Kebutuhan seksual atau libido (insting hidup) terdapat dalam
ketidaksadaran para remaja yang dibawa semenjak lahir. Insting inilah yang akan
terus mendorong para remaja untuk memenuhi kebutuhan sexnya. Sehingga dengan
begitu mereka akan berusaha mencari segala cara supaya apa yang diinginkan bisa
terpenuhi, dan satu-satunya cara yang paling memuaskan baginya hanyalah dengan
melakukan sex bebas. Namun sebenarnya mereka para remaja itu mengetahui bahwa
apa yang dilakaukan adalah hal yang tidak normal, tapi itu tidak menjadi
masalah baginya sebab pengetahuan atau kesadaran itu telah dikalahkan dengan
kuatnya hawa nafsu yang ada.
Jadi intinya, menurut pandangan psikoanalisa Sigmund Freud
perilaku sex bebas terjadi karena tidak adanya keseimbangan antara Id, ego, dan
superego yang ada pada diri remaja. Dimana Id atau hasrat hawa nafsulah yang
paling mendominasi, sedangkan superego yang seharusnya mengimbangi ternyata
sangat minim sekali. Minimnya superego disini karena akibat semenjak kecil yang
tidak dibiasakan dengan penanaman nilai-nilai kebenaran dalam lingkungan
masyarakat.
Sumber : Muhammad Antoso di http://antoekpsikologi.blogspot.com/2012/12/analisis-perilaku-sex-bebas.html