Selasa, 30 Desember 2014

Analisis Perilaku Seks Bebas : Dalam Pandangan Behaviorisme dan Psikoanalisa



ABSTRAK
Akhir-akhir ini kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang amat memprihatinkan. Kenakalan remaja yang diberitakan dalam berbagai forum dan media dianggap semakin membahayakan.  Berbagai macam kenakalan remaja yang ditunjukkan akhir-akhir ini seperti perkelahian secara perorangan atau kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian, perampokan, penganiayaan, penyalahgunaan narkoba, dan seks bebas pranikah kasusnya semakin menjamur.
Di antara berbagai macam kenakalan remaja, seks bebas selalu menjadi bahasan menarik dalam berbagai tulisan selain kasus narkoba dan tawuran pelajar. Dan sepertinya seks bebas telah menjadi trend tersendiri. Bahkan seks bebas di luar nikah yang dilakukan oleh remaja (pelajar dan mahasiswa) bisa dikatakan bukanlah suatu kenakalan lagi, melainkan sesuatu yang wajar dan telah menjadi kebiasaan.
Pergaulan seks bebas di kalangan remaja Indonesia saat ini memang sangatlah memprihatinkan. Khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Depok, jambi dan Banjarmasin. Di kota Depok bergulir kasus siswi SD yang melakukan hubungan intim dengan kekasihnya seorang pemuda berusia 21 tahun. Menurut data Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Depok, rata-rata terdapat 10 kasus persetubuhan remaja di bawah umur setiap bulan. Bahkan jumlah itu terus meningkat, dimana pihak perempuan masih berusia 12 hingga 17 tahun, sementara pihak pria berumur sama atau bahkan sudah usia dewasa. Menurut Kapolres Depok bahwa sex bebas yang terjadi rata-rata perbulan 10 kasus dan itu karena pergaulan bebas.
Di kota Jambi berdasarkan data dari Yayasan Sentra Informasi dan Komunikasi Orang Kito (SIKOK), dalam dua tahun terakhir (2010-2012), sebanyak 164 remaja (berstatus pelajar) diketahui hamil di luar nikah. Data per Juni 2012, jumlah pengidap HIV usia remaja (15-24 tahun) mencapai angka 103 orang. Sedangkan pengidap AIDS mencapai 45 orang.
Sedangkan di kota Banjarmasin Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, tercatat ada 148 kasus seks pranikah selama tahun 2011. Yang lebih parah lagi, mayoritas dari kasus tersebut ternyata dialami siswi SMP.


ANALISIS KASUS
A.      Analisis Kasus Berdasarkan Aliran Behaviorisme (Skiner)
Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Menurut Skinner individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar,individu bukanlah agen penyebab tingkah laku melainkan suatu point antara faktor – faktor lingkungandan bawaan yang khas serta secra bersama- sama menghasilkan akibat tingkah laku yang khas pula pada individu tersebut.
Menurut Pendekatan Behaviorisme kasus sex bebas diatas merujuk pada teori perubahan prilaku (belajar) dimana para pelaku sex bebas adalah bagian dari produk lingkungan, sehingga segala perilaku para pelaku sex bebas sebagian besar diakibatkan oleh  pengaruh lingkungan sekitarnya, baik itu dari keluarga terdekat, organisasinya, dan aktifitas bermasyarakatnya. Lingkunganlah yang membentuk kepribadian diri. Menurut aliran ini bahwa perilaku manusia itu adalah sebagai akibat berinteraksi dengan lingkungan, dan pola interaksi tersebut harus bisa diamati dari luar. Lingkungan disini banyak sekali bentuknya, yaitu antara lain teman sekolah, teman bermain, masyarakat disekitarnya, media cetak atupun elektronik dan keluarga. Jika semua macam lingkungan yang tadi itu di dalamnya sudah terdapat hal-hal negative seperti gambar bulgar, video porno, pornoaksi dan pornografi, maka besar kemungkinan khususnya remaja yang melihat semua itu akan dilampiaskan pada hal negative pula yaitu seperti sex bebas ini. Belajar dalam teori behaviorisme ini selanjutnya dikatakan sebagai hubungan langsung antara stimulus yang datang dari luar dengan respons yang ditampilkan oleh para pelaku. Respons tertentu akan muncul dari remaja pelaku sex bebas, jika diberi stimulus dari luar.
Pada umumnya teori belajar yang termasuk ke dalam keluarga besar behaviorisme memandang manusia sebagai organisme yang netral-pasif-reaktif terhadap stimuli di sekitar lingkungannya, sehingga jika para remaja sudah terbiasa diberikan atau mendapatkan stimuli yang negative (seperti pornoaksi dan pornografi) maka mereka juga akan terdorong untuk memberikan respon terhadap stimuli yang diterimanya. Demikian juga jika stimulus dilakukan atau dating diterimanya secara terus menerus dan dalam waktu yang cukup lama, maka akan berakibat berubahnya perilaku remaja tadi itu, dimana perilaku para remaja mengarah pada penyimpangan (deviasi) seksual pada orang lawan jenisnya.
Dalam terjadinya proses belajar dalam pola hubungan slimulus-respon ini selalu membutuhkan unsur dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons, dan penguatan (reinforcement). Unsur yang pertama, dorongan, adalah suatu keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya. Dalam kasus ini ketika para pelaku sudah memasuki usia remaja, yaitu usia SMP hingga mahasiswa, dimana di usia itu remaja mengalami yang namanya masa pubertas. Masa pubertas adalah masa dimana para remaja mengalami peningkatan dorongan sex yang sangat kuat. Diketika masa pubertas ini para remaja akan mempunyai kebutuhan keinginan untuk mencari kepuasan dari apa yang dirasakan. Sehingga salah satu cara untuk memenuhi itu adalah dengan cara melakukan sex bebas di luar nikah dengan lawan jenisnya, bisa itu pacarnya atau teman dan sahabatnya yang sudah suka sama suka, bahkan lebih parahnya lagi sampai terjadi pemaksaan yaitu pemerkosaan. Mereka tidak berpikir kalau perbuatannya melanggar hokum atau tidak yang penting baginya kenyaman dan kepuasan yang dirasakan.
Unsur berikutnya adalah rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar diri remaja, dan tentu saja berbeda dengan dorongan tadi yang datangnya dari dalam. Stimulus datang dari luar , yaitu seperti yang telah dijelaskan di atas tadi. Stimulus dari luar inilah yang paling besar pengaruhnya terhadap perilaku sex bebas para remaja. Kemungkinan besar mereka para remaja pelaku sex bebas sering berinteraksi dengan lingkungan yang di dalamnya ada unsur-unsur sexnya juga. Misalnya, teman-temannya yang sudah terbiasa dengan sex bebas juga, keseringan nonton film atau sinetron yang ada adegan sexnya, dan juga keseringan melihat foto-foto bugil yang ada di majalah atau media cetak lainnya. Sehingga jika keadaan seperti itu tidak dibarengi dengan iman dan kesadaran maka dorongan untuk melakukan sex bebas di luar nikah akan sering terjadi.
Inti dari pandangan behaviorisme Skiner, bahwa perilaku sex bebas di kalangan remaja terjadi karena akibat dari proses belajar yaitu lingkungan. Dimana para remaja sering berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia lingkungan yang negative yang bisa membawanya pada hal negative pula, baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Sebab dalam kehidupan ini yang paling besar dan kuat pengaruhnya bagi perubahan perilaku adalah lingkungan.


B.       Analisis Kasus Berdasarkan Aliran Psikoanalisa (Sigmund Freud)
Menurut Sigmund FreudTeori Psikoanalisa adalah sebuah teori mengenai 3 proses tahapan psikis yang ada di diri manusia,yaitu terdiri dari ID, Ego dan Super Ego. Urutan dari ketiga proses ini tentu tidak dapat diubah karena teori ini adalah suatu yang runtut. Pertama, di mulai dari tahapan ID. Dimana di dalam ID seorang manusia hanya berisi kumpulan nafsu- nafsu atau hasrat yang besar, seperti halnya seseorang yang selalu ingin dan ingin berbuat sex. Kedua, tahapan yang selanjutnya adalah Ego. Ego disini bukan di artikan sempit seperti yang mengakar di masyarakat yang memiliki arti ke- aku- an diri. Tetapi Ego disini di artikan sebagai suatu “kesadaran”. Tahapan terakhir adalah Super Ego. Super Ego disini sangat memiliki andil atau peran yang sangat luar biasa. Superego adalah yang memegang keadilan atau sebagai filter dari kedua sistem kepribadian, sehingga tahu benar-salah, baik-buruk, boleh-tidak dan sebagainya. Di sini superego bertindak sebagai sesuatu yang ideal, yang sesuai dengan norma-norma moral masyarakat.
Pada pendekatan Psikoanalisa manusia itu tidak bebas dalam berprilaku, manusia dapat diramalkan, penyebabnya adalah setiap orang mempunyai pola tertentu, yaitu keseimbangan pola tingkah laku antara id dan super ego yang kemudian direalisasikan dalam ego. Psikoanalisa juga berangggapan bahwa para remaja berprilaku berdasarkan dorongan-dorongan yang ada dalam dirinya, manusia juga berkaitan erat dengan ketidaksadaran dan kesadaran. Pada masa remaja biasanya dorongan untuk kebutuhan sex sangatlah kuat. Dan superego ini dibentuk semenjak dari kecil yaitu berdasarkan didikan dari orang tua. Sehingga jika superego yang ada pada remaja sangat minim maka pastinya dorongan Id itu akan lebih mendominasi, dan disinilah biasanya akan muncul perilaku negative seperti sex bebas. Nah pada kasus ini kemungkinan para remaja pelaku sex bebas itu sangat kekurangan dalam mengetahui dan menyadari nilai-nilai kebenaran dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena kurangnya pendidikan dari keluarga atau lingkungan lainnya mengenai sex itu sendiri dan juga nilai-nilai kebenaran lainnya.
 Semua kebutuhan instingtif para remaja itu tertanam dan selalu ada dalam struktur ketidaksadaran (kenyataan psikis yang sebenarnya). Insting adalah perwujutan psikologis dari suatu sumber rangsangan somatic dalam yang dibawa sejak lahir dan pengalaman-pengalamnya selama hidup. Kebutuhan instintif para remaja adalah sebagai motif atau penggerak tingkah laku para remaja yang nantinya menentukan tingkah laku para remaja dalam usaha memenuhi kebutuhan instingtifnya tersebut.
Kebutuhan seksual atau libido (insting hidup) terdapat dalam ketidaksadaran para remaja yang dibawa semenjak lahir. Insting inilah yang akan terus mendorong para remaja untuk memenuhi kebutuhan sexnya. Sehingga dengan begitu mereka akan berusaha mencari segala cara supaya apa yang diinginkan bisa terpenuhi, dan satu-satunya cara yang paling memuaskan baginya hanyalah dengan melakukan sex bebas. Namun sebenarnya mereka para remaja itu mengetahui bahwa apa yang dilakaukan adalah hal yang tidak normal, tapi itu tidak menjadi masalah baginya sebab pengetahuan atau kesadaran itu telah dikalahkan dengan kuatnya hawa nafsu yang ada.
Jadi intinya, menurut pandangan psikoanalisa Sigmund Freud perilaku sex bebas terjadi karena tidak adanya keseimbangan antara Id, ego, dan superego yang ada pada diri remaja. Dimana Id atau hasrat hawa nafsulah yang paling mendominasi, sedangkan superego yang seharusnya mengimbangi ternyata sangat minim sekali. Minimnya superego disini karena akibat semenjak kecil yang tidak dibiasakan dengan penanaman nilai-nilai kebenaran dalam lingkungan masyarakat.
 
Sumber : Muhammad Antoso di http://antoekpsikologi.blogspot.com/2012/12/analisis-perilaku-sex-bebas.html
Comments
0 Comments

0 komentar: