Sabtu, 20 Desember 2014

Konsep dan Peluang Masyarakat Ekonomi ASEAN di Indonesia

MEA adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam artian adanya sistem perdagangan bebas antar negara-negara ASEAN. Indonesia dan sembilan negara anggota ASEAN lainnya telah menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Comunity (AEC).
Berawal dari KTT di Kuala Lumpur pada Desember 1997 para pemimpin ASEAN memutuskan untuk mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur dan sangat kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang adil dan mengurangi kemiskinan dan  kesenjangan sosial-ekonomi (ASEAN Vision 2020).
KTT yang dilaksanakan di Bali pada bulan Oktober 2003, para pemimpin ASEAN menyatakan bahwa Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan menjadi tujuan dari integrasi ekonomi regional pada tahun 2020, ASEAN Security Community dan Komunitas sosial-budaya ASEAN dua pilar yang tidak terpisahkan dari komunitas ASEAN. Semua pihak diharapkan untuk bekerja secara kuat dalam membangun komunitas ASEAN pada tahun 2020. Selanjutnya, pertemuan menteri  ekonomi ASEAN yang diselenggarakan pada bulan agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia sepakat untuk memajukan masyarakat ekonomi ASEAN  (MEA) dengan target yang jelas dan jadwal untuk pelaksanaan.
Pada KTT ASEAN ke-12 di bulan Januari 2007, para pemimpin menegaskan komitmen mereka yang kuat untuk mempercepat pembentukan komunitas ASEAN pada tahun 2015 yang diusulkan di ASEAN visi 2020 dan ASEAN Concord II, dan menandatangani Deklarasi Cebu tentang percepatan pembentukan komunitas ASEAN pada tahun 2015 secara khusus mengubah ASEAN menjadi  daerah dengan perdagangan bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas.
MEA adalh realisasi tujuan akhir dari integrasi ekonomi yang dianut dalam visi 2020, yang didasarkan pada konvergensi kepentingan negara-negara anggota ASEAN untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi dengan inisiatif yang ada dan baru dengan batas waktu yang jelas. Dalam mendirikan MEA, ASEAN harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip terbuka, berorientasi ke luar, inklusif, dan berorientasi pasar ekonomi yang konsisten dengan atural multilateral serta kepatuhan terhadap sistem dalam melaksanakan komitmen ekonomi yang efektif berbasis aturan.
MEA akan membentuk ASEAN sebagai pasar dan basis produksi tunggal. Ini akan membuat ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan mekanisme dan langkah-langkah untuk memperkuat pelaksanaan baru yang ada inisiatif ekonomi, mempercepat regional di sektor prioritas, memfasilitasi pergerakan bisnis, tenaga kerja terampil dan berbakat dan memperkuat kelembagaan mekanisme ASEAN sebagai langkah awal untuk mewujudkan masyarakat ekonomi ASEAN.
Keinginan ASEAN membentuk MEA didorong oleh perkembangan eksternal dan internal kawasan. Dari sisi eksternal, Asia diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi baru,  dengan disokong oleh India, Tiongkok, dan  negara-negara  ASEAN.  Sedangkan secara internal, kekuatan ekonomi ASEAN sampai tahun 2013 telah menghasilkan GDP   sebesar US$ 3,36 triliun dengan laju pertumbuhan sebesar 5,6 persen dan memiliki dukungan jumlah penduduk 617,68 juta orang. Tulisan ini secara ringkas akan menganalisis peluang Indonesia menghadapi persaingan dalam MEA.
POSISI INDONESIA
Indonesia kini tengah berpacu dengan waktu dalam menyambut pelaksanaan pasar bebas Asia Tenggara atau biasa disebut dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yangakan dimulai pada tahunn 2015. ASEAN telah menyepakati sektor-sektor prioritas menuju momen tersebut. Ketika berlangsung ASEAN Summit ke-9 tahun 2003 ditetapkan 11 Priority Integration Sectors (PIS). Namun pada tahun 2006 PIS yang ditetapkan berkembang menjadi 12 yang dibagi dalam dua bagian yaitu    tujuh sektor barang industri dan lima sektor jasa. Ke-7 sektor barang industri terdiri atas produk berbasis pertanian, elektronik,   perikanan, produk berbasis karet, tekstil, otomotif, dan produk berbasis kayu. Sedangkan kelima sektor jasa tersebut adalah transportasi udara, e-asean, pelayanan kesehatan, turisme dan jasa logistik.
Guna menyambut era perdagangan bebas ASEAN di ke-12 sektor yang telah disepakati, Indonesia telah melahirkan regulasi penting yaitu UU No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang telah diperkenalkan  ke masyarakat sebagai salah satu strategi Indonesia membendung membanjirnya produk impor masuk ke Indonesia. UU ini antara lain   mengatur ketentuan  umum tentang  perijinan bagi pelaku usaha yang terlibat dalam kegiatan perdagangan agar menggunakan bahasa Indonesia didalam pelabelan, dan peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Melalui UU ini pula pemerintah diwajibkan mengendalikan ketersediaan bahan kebutuhan pokok bagi seluruh wilayah Indonesia. Kemudian menentukan larangan atau pembatasan barang dan jasa untuk kepentingan nasional misalnya untuk melindungi keamanan nasional.
Regulasi tersebut terasa penting bila mempertimbangkan kondisi perdagangan Indonesia selama ini belum optimal memanfaatkan potensi pasar ASEAN. Pada periode Januari-Agustus 2013 misalnya, ekspor Indonesia ke pasar ASEAN baru mencapai 23% dari nilai total ekspor Hal ini antara lain karena tujuan ekspor Indonesia masih terfokus pada pasar tradisional seperti Amerika Serikat, Tiongkok dan Jepang. Tingkat utilitisasi preferensi tarif ASEAN yang digunakan eksportir Indonesia untuk penetrasi  ke  pasar  ASEAN  baru  mencapai 34,4%. Peringkat Indonesia menurut global competitivenes index masih berada pada posisi ke-38 dari 148 negara. Sementara Singapura menempati posisi ke-2, Malaysia di   posisi  ke-24, Thailand di posisi 37, Vietnam ke 70 dan Filipina di posisi 59.
Ketatnya persaingan di pasar ASEAN lebih jauh dapat disimak dari kinerja perdagangan Indonesia di tahun 2014. Sampai bulan Maret 2014, transaksi perdagangan Indonesia surplus hingga 673,2 juta dolar AS. Surplus didapat dari selisih antara nilai ekspor yang mencapai 15,21 miliar dengan  impor 14,54 miliar dolar AS. Surplus Maret ini adalah yang kedua setelah bulan Februari sebesar 843,4 juta dolar AS. Namun demikian, Indonesia perlu memberi perhatian khusus terhadap transaksi dagang dengan Thailand yang akan bersama-sama terlibat dalam MEA 2015. Pada Maret 2014 ini, Indonesia mengalami defisit  dagang dengan Thailand sampai 1,048 miliar dolar AS.
Lebih jauh lagi, surplus perdagangan Indonesia pada bulan 2014 ini belum mencerminkan kekuatan struktur ekspor Indonesia. Industri pengolahan produk ekspor masih bergantung pada bahan baku impor.   Kondisi ini sangat rentan karena berarti Indonesia sangat bergantung pada ketersediaan baku dunia. Karena itu arah kebijakan  ekonomi  Indonesia  mulai  tahun 2015 harus lebih jelas seiring dengan berlakunya pasar bebas ASEAN. Karenanya, menghadapi MEA 2015, Indonesia masih mempunyai berbagai pekerjaan rumah yang harus ditingkatkan agar tetap mempunyai daya saing. Untuk pilar sosial budaya, Indonesia masih perlu kerja keras mengingat masih banyak warga  Indonesia  yang  belum  mengetahui tentang ASEAN. Padahal salah satu kunci keberhasilan MEA adalah konektivitas atau kontak antara satu warga negara dengan warga negara ASEAN lainnya. Pemahaman warga  negara  di  Asia  Tenggara  terhadap MEA belum sampai 80 persen. Karena itu, sosialisasi MEA menjadi sangat penting terhadap seluruh warga negara Indonesia yang  memiliki  jumlah  penduduk  terbesar di ASEAN. Kekuatiran yang muncul adalah, Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi produk sejenis dari negara ASEAN lainnya.
Untuk     pilar     ekonomi,     Indonesia juga  masih  harus  meningkatkan  daya produk Indonesia. Indonesia masih harus mengembangkan industri yang berbasis nilai tambah.  Oleh  karena  itu  Indonesia  perlu kerja   keras   melakukan   hilirisasi   produk. Dari sisi hulu, Indonesia sudah menjadi produsen yang dapat diandalkan mulai dari pertanian, kelautan dan perkebunan. Tetapi semua produk tersebut belum sampai ke hilir untuk mengurangi inpor barang jadi, sebab Indonesia telah memiliki  bahan  baku  yang cukup.
Dari sisi liberalisasi perdagangan, produk Indonesia praktis tidak terlalu menghadapi   masalah   sebab   hampir   80 persen perdagangan Indonesia sudah bebas hambatan. Bahkan ekonomi yang berbasis kerakyatan (UMKM) berpeluang menembus pasar negara ASEAN. Pemerintah telah melakukan upaya percepatan pemerataan pembangunan sebagai bagian dari penguatan ekonomi  kerakyatan. Antara tahun 2011-2013, investasi Indonesia banyak diarahkan pada wilayah-wilayah di luar pulau Jawa dengan memberikan rangsangan tax holiday. Dengan demikian, pusat pertumbuhan ekonomi   di   masa   depan   bukan   hanya terpusat  di  Jawa  saja  tetapi  uga di luar Jawa. Usaha lain yang dilakukan pemerintah adalah dengan membentuk kluster untuk pembinaan UMKM agar memiliki daya saing.
Bukan hanya tantangan yang akan dihadapi tetapi juga peluang. Sektor-sektor yang   akan   menjadi   unggulan   Indonesia dalam MEA 2015 adalah Sumber Daya Alam (SDA), Informasi Teknologi, dan Ekonomi Kreatif. Ketiga sektor ini merupakan sektor terkuat Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN yang lain. Selain itu, dampak masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia harus dipastikan bisa berbahasa Indonesia yang baik dan benar
KESIMPULAN
Melihat kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015. Ada beberapa isu penting yang perlu segera diantisipasi pemerintah dalam menghadapi MEA 2015, yaitu: 1) Indonesia berpotensi sekedar pemasok energi dan bahan baku bagi industrilasasi di kawasan ASEAN, sehingga manfaat yang diperoleh dari kekayaan sumber daya alam mininal, tetapidefisit neraca perdagangan barang Indonesia yang saat ini paling besar di antara negara-negara ASEAN semakin bertambah, 2) melebarkan defsit perdagangan jasa seiring peningkatan perdagangan barang, 3) Membebaskan aliran tenaga kerja sehingga Indonesia harus mengantisipasi dengan menyiapkan strategi karena potensi membanjirnya Tenaga Kerja Asing (TKA), dan 4) masuknya investasi ke Indonesia dari dalam dan luar ASEAN.
Dengan demikian didalam perdagangan bebas akan ada hal positif dan negatif yang akan dialami setiap negara yang terlibat didalamnya. Tantangan bagi Indonesia kedepan adalah memwujudkan perubahan bagi masyarakatnya agar siap menghadapi perdagangan bebas di maksud.
Menghadapi perdagangan bebas ASEAN, langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah meningkatkan daya saing produk Indonesia mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar berpotensi menjadi pasar bagi produk sejenis dari negara tetangga. Peningkatan daya saing ini mencakup baik produk unggulan  maupun  yang  bukan  unggulan. Di samping itu, parlemen Indonesia dapat membantu tugas pemerintah dimaksud dengan mempersiapkan berbagai regulasi yang bertujuan melindungi pasar Indonesia dari serbuan barang produk negara-negara ASEAN. Langkah semacam ini bukan dimaksudkan sebagai langkah proteksi terhadap pasar Indonesia   tetapi semata- mata untuk mencari keseimbangan antara ekspor dan impor.


Comments
0 Comments

0 komentar: